Kolaborasi untuk Pendidikan Adat yang Berkelanjutan : Lifemosaic dan AMAN Mengadakan Pelatihan Fasilitator

oleh Greselda Haurissa

Sebanyak 19 peserta perwakilan dari sekolah adat dari beberapa wilayah mengikuti kegiatan “Pelatihan fasilitator pendidikan adat yang diselenggarakan oleh Kedeputian IV AMAN bersama Lifemosaic di Sekolah Adat Nuduasiwa , Desa Uraur , Kecamatan Kairatu , Kabupaten Seram Bagian Barat yang berlangsung mulai tanggal 2- 7 September 2025 .

Lifemosaic merupakan organisasi masyarakat sipil yang bekerja untuk mendukung penyebaran pendidikan yang dikembangkan dalam wilayah-wilayah adat; berakar pada sistem dan praktik pengetahuan para leluhur; dan membantu komunitas-komunitas mengatasi berbagai tantangan zaman ini.

Sekolah Adat Nuduasiwa , secara harfiah berarti “sembilan mulut” atau “sembilan suara” berada di Negeri Honitetu , negeri pegunungan Pulau Seram yang melingkupi 9 kampung .

Kegiatan yang dilangsungkan 6 hari ini bertujuan menguatkan pemahaman tentang pengertian dan cakupan pendidikan adat serta pemaknaan dan praktik prinsip pendidikan adat , keterampilan memfasilitasi pengerak dalam memulai dan menjalankan pendidikan adat serta merancang sistem pembelajaran dan tata cara kerja fasilitator kerja tim setahun .

Kegiatan Pembukaan pelatihan fasilitator pendidikan adat ini dihadiri juga Pengurus Daerah AMAN Saka Mese Nusa , unsur pemerintah Desa dan tetua adat bapak Tomi Tuanakotta/Tirta (Perwakilan ketua adat Honitetu).

Beberapa fasilitator bertindak sebagai pemateri dalam pelatihan ini, mereka diberi tugas dalam mensosialisasikan dan mendorong pendirian sekolah adat.

Ketua PD AMAN Saka Mese Nusa, Salmon Salenussa dalam sambutannya beliau menyampaikan selamat datang bagi teman-teman semua dari berbagai wilayah.

Salmon Salenussa, juga mengingatkan Kongres di Medan yang mana ada sepenggal lirik lagu “𝘈𝘭𝘢𝘮 𝘙𝘢𝘺𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘴𝘦𝘬𝘰𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘪𝘵𝘢” .Jadi kita tidak terpaku kepada sebuah gedung tempat dimana kita berkumpul, tapi alam raya ini kemudian menjadi tempat belajar kita, kita belajar dari orang tua kita, kita belajar dari ibu-ibu kita, dari petani kita belajar alam raya menjadi sekolah kita tutur Salmon .

Salmon Salenussa berharap dari kegiatan ini setelah selesai bisa menjadi fasilitator di pengurus daerah untuk kemudian bisa di sampaikan ke Komunitas, Salmon menyambut baik kegiatan kurang lebih 1 minggu ini, semoga pelatihan ini membawa manfaat besar bagi masyarakat adat dan membantu melestarikan budaya-budaya kita generasi mendatang.

Ketika generasi kita sudah melupakan itu, maka mereka akan kehilangan jati diri, apabila hal ini dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan adat, budaya akan hilang, tutur Salmon Salenussa dalam mengakhiri sambutannya, dalam kesempatan ini Salmon Salenussa mendorong peserta pelatihan fasilitator pendidikan adat untuk dapat mengikuti kegiatan sampai selesai dengan baik.

𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘔𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘛𝘦𝘳𝘱𝘢𝘯𝘨𝘨𝘪𝘭 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪𝘴𝘪𝘯𝘪?

Mariela Kristina unutukan salah satu peserta pelatihan dari Region NTT, mengatakan merasa terpanggil ada dalam kegiatan pelatihan ini , Mariela Kristina Unutukan mengatakan pemuda di daerah lebih tertarik pada budaya asing dibanding budaya sendiri, bahkan mereka malu mengakui budayanya, jadi Mariela merasa terpanggil untuk kembali menghidupkan budaya di sana, katanya keberadaan sekolah adat sangat penting untuk menjawab keresahan masyarakat adat yang khawatir adat dan budaya akan hilang seiring perkembangan zaman. Ujarnya.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Daerah Saka Mese Nusa, menggelar Diskusi Publik. “Percepatan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Kabupaten Seram Bagian Barat”

oleh Greselda Haurissa

Diskusi Publik ini dilaksanakan di ruang pertemuan lantai 3 kantor Bupati , Rabu 20 Agustus 2025. adapun peserta kegiatan berjumlah 54 orang termasuk Wakil Bupati Seram Bagian Barat , Organisasi pemerintahan, Kades dan Pejabat desa Yang Di dalamnya Bagian dari anggota Komunitas , serta tokoh-tokoh masyarakat. dalam diskusi ini menghadirkan beberapa narasumber di antaranya Dr Jemmy J Pietersz, SH. M.H(Akademisi Unpatti) , Edy Sutichno, SH (Komnas HAM perwakilan Maluku), Dr Sostenes Sisinaru, SH. M. Hum(Akademis) , Ketua DPRD SBB Andarias Kolly, SH, Serta Sekda SBB yang diwakili Kadis Pemdes Manan Tuarita S.Sos .

 

Kegiatan ini digelar untuk mendorong percepatan Peratura Daerah yang mengakui dan melindungi hak masyarakat adat serta terbangunnya kesepahaman bersama tentang regulasi yang mengakui dan melindungi masyarakat adat.

 

Wakil Bupati , Selfianus Kainama dalam sambutannya beliau mengatakan semoga dengan kegiatan ini dapat dijadikan motivasi bagi Pengurus Daerah AMAN Saka Mese Nusa untuk terus berperan dan membuat jaringan kerja sama serta meningkatkan kualitas dan kontribusi bagi masyarakat adat, akhir sambutannya beliau mengingatkan pepatah orang tua dulu ” Daerah yang tidak punya adat itu masyarakatnya tidak beradat, tetapi negeri adat yang punya adat masyarakatnya beradat, ujarnya saat mengakhiri sambutan.

 

Ketua Pengurus Daerah  AMAN Saka Mese Nusa , Salmon Salenussa menyampaikan bahwa sejalan dengan konstitusi dan undang-undang serta berbagai peraturan lainnya yang memberikan perlindungan dan pengakuan kepada masyarakat adat, serta kewenangan yang diberikan bagi pemerintah daerah maka pada kesempatan ini Aliansi Masyarakat Adat Daerah Saka Mese Nusa merasa turut terpanggil bersama dengan berbagai pihak , baik pemerintah maupun masyarakat adat untuk dapat duduk bersama untuk  membangun kesepahaman serta mendorong dan memastikan hak masyarakat adat di bumi Saka Mese Nusa yang sama-sama kita cintai ini , tutur Salmon Salenussa

 

Adapun harapan dari salah satu peserta Cello Murehuwey, ketika proses diskusi yang dibuat oleh PD AMAN Saka Mese Nusa Berkaitan dengan percepatan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Kabupaten Seram Bagian Barat , harapannya Pemerintah Daerah dan DRPD harus melaksanakan dan melakukan proses RANPERDA dan PERDA agar penetapan atau proses perlindungan hak-hak masyarakat adat di SBB dapat dilaksanakan dengan baik , tuturnya.

 

 

Hadiri Dialog Terbatas PDIP Maluku , Sekjend AMAN : Masyarakat Adat Penjaga Alam Terbaik

DPD PDI Perjuangan Maluku mengadakan Dialog Terbatas dengan Tema “ Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Di Maluku, Antara Peluang dan Ancaman “.  Kegiatan ini digelar Kamis, 17 Juli 2025 bertempat di Hotel Pacific , Ambon . Dalam beberapa waktu ini mereka melakukan serangkaian diskusi untuk menjadi bahan rekomendasi PDIP di Provinsi Maluku. Tujuan lain dari diskusi ini pun bermaksud untuk mencari masukan-masukan dari berbagai pihak terkait persoalan-persoalan yang ada di Maluku saat ini, terkhusus pada maraknya ekstraksi dan eksploitasi pulau-pulau kecil maupun lautan di Maluku.

Turut hadir dalam dialog ini yaitu perwakilan tokoh agama , Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Greenpeace Indonesia , serta akademisi dari perguruan tinggi di Ambon seperti Universitas Pattimura dan Universitas Islam Negeri A.M Sangadji . Pakar Kelautan dan Perikanan , Pakar Hukum , Ahli Sosiologi , Ahli Geologi .

Sekretaris Jenderal AMAN dalam pemaparan materinya menyinggung persoalan-persoalan masyarakat adat secara umum dan juga persoalan masyarakat adat yang kita hadapi khususnya karena ketiadaan Undang-Undang Masyarakat Adat dan Perda yang belum maksimal di Maluku. “Jadi kalau dilihat dari situasi di Maluku saat ini, Maluku ini kan sebagian besar itu lautan dan pulau-pulau kecil. Hanya ada empat yang dianggap pulau besar di Maluku dan selebihnya itu pulau-pulau kecil. Yang kalau kita lihat, Maluku ini berada dalam ekosistem yang namanya disebut sebagai Wallacea, yang fungsi ekologinya itu tinggi sekali. Bukan hanya untuk Maluku saja, bukan hanya untuk Indonesia saja, tapi justru seluruh dunia”. kata Sekjend AMAN .

Rukka Sombolinggi (Sekjend AMAN) mengatakan , “Masyarakat adat saat ini disebut sebagai penjaga alam terbaik, karena seluruh ekosistem terbaik yang ada saat ini di dunia itu dijaga oleh masyarakat adat. Akan tetapi karena Maluku ini adalah pulau-pulau kecil, selain penjaga bumi terbaik yang masih tersisa saat ini, pulau-pulau kecil di Maluku itu juga pada saat yang sama rentan terhadap bencana-bencana yang terkait dengan perubahan iklim. Jadi naik permukaan laut sedikit saja itu ancamannya terhadap pulau kecil itu tinggi sekali”.

Aktivitas Pertambangan Galian C berlokasi di Ohoi (Desa) Nerong dan Ohoi Mataholat yang dilakukan PT Batulicin Beton Asphalt (BBA) sejak 2024. Nah, belum secara legal, formal, izinnya itu adalah izin eksplorasi, tetapi realitas di lapangan adalah sudah 9 bulan ini tanah vegetasinya itu dikupas, tanahnya dan karang-karangnya diambil. “Dan menurut informasi dari lapangan, dari teman-teman yang ada, katanya itu adalah bahan bangunan untuk dibawa ke pembangunan Proyek Strategis Nasional di Papua Selatan, jadi ada persoalan besar yang muncul selain persoalan PSN itu sudah disebutkan sebagai merusak di Papua, masyarakat adat di Papua, khususnya orang Marin, tapi juga ternyata dampaknya juga sekarang ini di Kepulauan Kei. Dengan Kepulauan Kei Besar itu diambil tanahnya dan dibawa ke Merauke, jadi bahan untuk membuat jalan dan dermaga”. tangkas Rukka .

“ Nah, kalau kita lihat izinnya itu katanya 5 tahun dijanjikan kepada masyarakat di awal, tetapi ketika ditandatangannya itu di kertas ternyata berubah menjadi 15 tahun. Nah, ini adalah ancaman yang serius terhadap Kepulauan Kei secara luas dan juga kepada meluku pada umumnya. Kenapa? Karena Kepulauan Kei Besar itu kan dia seperti perisai buat Kepulauan Kei kecil, dan kalau itu rusak artinya perisainya Kepulauan Kei kecil itu sudah tidak ada. Juga melihat ukuran itu tidak bisa kita bandingkan, mungkin kalau kita bilang 20 hektar saja atau 70 hektar saja, mungkin kalau untuk di Pulau Besar seperti Sulawesi, Kalimantan, Papua,  Pulau Jawa, di Sumatera itu dianggap sedikit saja.” ujar Sekjend AMAN.

“Tapi kita harus lihat bahwa ini pulau kecil,-pulau kecil yang dilindungi oleh Undang-Undang, sesungguhnya sudah tidak boleh dieksploitasi, tidak boleh dirusak, harus dijaga. Nah, selain menjaga ekosistem, menjaga, ini juga karena rentan sekali, diganggu sedikit bisa habis pulaunya. Itu kenapa tambang di Pulau Kei itu harus dihentikan. Tadi tuntutan dari masyarakat juga begitu bahwa itu harus dihentikan. Dan beberapa akademisi mendukung bahwa sesungguhnya Kepulauan Kei dan seluruh Kepulauan Maluku ini justru harus mendapat perhatian khusus karena sangat rentan”. kata Sekjend AMAN .

Harapan dari terlaksana dialog ini pun harus secepatnya dapat mengkonsolidasikan seluruh elemen masyarakat untuk berkolaborasi mengawal kasus ini . “Maluku ini kaya dan penuh dengan orang-orang cendikiawan-cendikiawan yang pintar, yang mestinya bisa menggunakan ilmunya untuk melindungi Maluku dan membebaskan Maluku dari eksploitasi alam yang merusak”. harap Rukka .

 

 

 

AMAN MALUKU Menghadiri Kegiatan Dialog Bersama Pelapor Khusus PBB

Ketua AMAN Wilayah Maluku Lenny Patty  bersama 2 orang  perwakilan Masyarakat Adat yang berasal dari Maluku , menghadiri Dialog Bersama Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak-Hak Masyarakat Adat, Albert Kwokwo Barume,  pada 9-10  Juli 2025 di Bogor . Lawatan ini merupakan kunjungan akademik atas undangan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Dalam Dialog ini Beliau mendengarkan berbagai keluhan dan masalah yang menimpa masyarakat adat termasuk masyarakat adat di Maluku , diantaranya suara Perempuan Adat dari Pulau Kei, yang mengeluhkan keberadaan tambang di pulau kecil dan juga Bpk Kepala Suku Nuaulu yang  melaporkan,  tentang Perusahaan logging yg menghancurkan hutan dan saat ini akan memulai kembali  aktivitas perusahaan.

Albert menegaskan bahwa kunjungannya ini bukan sekedar mendengarkan ,tapi juga bagian dari mandatnya sebagai Pelapor Khusus PBB, untuk membawa laporan kondisi masyarakat adat ke Dewan Hak Asasi Manusia (PBB) dan sangat berterima kasih kepada AMAN atas undangannya sehingga bisa mendengar dan melihat langsung kondisi masyarakat adat di Indonesia.

“Akhirnya bertemu dan menyampaikan secara langsung masalah-masalah yang selama ini menimpa masyarakat adat di Maluku dan semoga ada jalan keluarnya ,” ujar Lenny Patty ketua AMAN Maluku