AMAN Maluku Tetap Berjuang Dampingi Masyarakat Adat

Berbicara soal wilayah adat dan permasalahannya sangat banyak terjadi di kota Ambon,  sehingga menantang apakah penting Rancangan Undang-undang Hak Masyarakat Adat bagi negeri-negeri adat atau kah tidak.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara  (AMAN) Maluku , Lenny Patty  kepada media ini saat dimintai komentarnya  beberapa waktu lalu, mengatakan, AMAN terus berjuang untuk mengembalikan negeri adat, karena banyaknya petuanan adat yang kini menjadi milik megara demi kepentingan eksploitasi.

Ia mencontohkan beberapa desa di Kecamatan Taniwel, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Maluku.

Dulu, masyarakat di beberapa desa di Taniwel awalnya menolak tambang. Namun setelah dilakukan pemilihan kepala desa dan sudah ada kepala desa definitif, sekarang tambang sudah mulai beroperasi. Wilayah adat dianggap menjadi milik negara.

Teman-teman AMAN di SBB juga sementara berjuang untuk mengembalikan negeri adat ini. Memang ini agak berat karena banyak kepentingan  di  SBB.  Di SBB Perda Negeri Adat, sudah ada penomoran tapi belum disahkan. Semuanya masih bayang-bayang.  Di Musda Pengurus Daerah Saka Mese Nusa kemarin, salah satu rekomendasi yang dikeluarkan itu, meminta pemerintah kabupaten mengeluarkan SK-SK yang sudah ditetapkan sebagai Negeri Adat itu,’’ akui  Ketua AMAN Maluku, Leny Patty.

Untuk Kota  Ambon, lanjutnya, sudah ada SK Negeri Adat dan Perda, mungkin karena di kota, banyak orang luar yang datang tinggal, jadi agak sedikit kompleks, kurang menanggapi.

‘’Analisa kami selama ini, kadang yang di kota menganggap  tidak terlalu penting, sehingga untuk menghadiri undangan terkait hal ini pun, juga tidak terlalu menanggapi, tapi saat diskusi dengan masyarakat, banyak yang mengeluh soal adanya penetapan hutan lindung oleh pihak kehutanan, padahal di dalamnya ada kebun cengkeh pala yang harusnya mereka bisa masuk dengan bebas, di wilayah mereka sendiri,’’ tandasnya.

Leny juga mengisahkan tentang Perda Negeri Adat pada beberapa kabupaten di Maluku. Ada yang sudah disahkan, ada pula yang sementara diperjuangkan.

Baca Juga  Ketika Para Jurnalis Jadi Korban Keganasan Serangan Israel di Gaza

Intinya, kata dia, masyarakat butuh adanya SK Pengakuan Masyarakat adat dari kepala daerah, untuk membentengi wilayah adat, di mana mereka benar-benar mendapatkan legalitas oleh negara bahwa mereka adalah Negeri Adat.

Kalau di Kabupaten Aru, sudah ada Perda Masyarakat Adat Jargaria. Tahun 2022,  Perda untuk Maluku  tengah juga, dan sedang dilakukan harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM, ada enam rumpun dan diminta harus detail.

‘’Tadinya kita berpikir ketuk palu dulu baru ada Perbup, tapi ternyata aturan baru tidak boleh ada lagi Perbup, jadi di dalam Perda yang baru ini harus benar-benar dijelaskan, ini sudah pasti akan memakan waktu yang lama,’’ jelasnya.

Tiap-tiap rumpun untuk penyebutan kampung dan pemimpin Negerinya itu beda- beda, dan ini ketika dipelajari , memang tidak sama. Kita perlu waktu  untuk memutuskan bersama, melihat ini kepentingan bersama, karena di seminar tahun 2019, kita yang memutuskan apakah ini penting mendorong Perda Masyarakat adat dan disetujui, kemudian dibagi per beberapa wilayah untuk membantu.

Nah,  Lanjut Lenny , sekarang ada 81 SK di Maluku  Tengah yang sudah siap , ini merupakan suatu bentuk dari perjuangan masyarakat adat, yang harusnya punya gaung yang besar , dan ini perlu diapresiasi, untuk Maluku saja, kabupaten yang mengeluarkan 81 SK  terkait hak masyarakat adat. Ini membuka pemikiran bagi negeri-negeri lain juga, betapa pentingnya SK ini, karena bisa tetap berkuasa penuh atas wilayah adatnya sendiri. Kalau hanya bilang negeri adat tapi tidak bisa melakukan pembuktian juga percuma, tidak ada legalitas dari negara.

‘’AMAN hanya membantu saja, selebihnya itu masyarakat yang harus bikin, supaya ada rasa memiliki dan merasakan bahwa ini perjuangan mereka. Ada persyaratan yang harus dipenuhi, seperti, wilayah adat, peraturan adat, sejarah, benda-benda adat, kelembagaan adat, baileo, semua itu didokumentasikan dan diserahkan ke panitia pengakuan masyarakat hukum adat,’’ungkapnya.

Lenny menegaskan  kalau AMAN, tidak bicara soal hukum adat,  tetapi lebih ke masyarakat Adat, karena bukan saja soal hukum tetapi secara keseluruhan. Sejarahnya harus dituliskan, termasuk Peta adat,  karena penentuan batas-batas itu bisa dilihat pada peta adat.

Untuk sementara , kata  dia kita pake sketsa saja dulu, tapi jangan pakai batas wilayah dan negeri, namun menggunakan nama-nama lokal seperti kali atau pohon, nanti ada panitia yang turun verifikasi apakah benar negeri adat ataukah tidak, baru dikeluarkan SK.

Terkait Rancangan UU Masyarakat adat,  Ketua AMAN Maluku Leny Patty mengatakan, hal itu sudah diperjuangkan sekitar 11 tahun lebih. Bahkan pada tingkatan melakukan FGD dengan menghadirkan Raja-raja di Maluku, RUU ini pun sudah dipaparkan. Tujuannya untuk melindungi masyarakat adat di Indonesia, terkhusus di Maluku juga.

‘’Kita perlu undang-undang karena selama ini tidak ada yang melindungi masyarakat adat, apalagi banyak terjadi kriminalisasi masyarakat adat, terkait wilayah dan tanah-tanah adat, lebih banyak undang-undang pemerintah menguntungkan investor dan pemerintah itu sendiri. Padahal undang-undang dibuat  oleh dari dan untuk masyarakat, UU sebagai payung untuk masyarakat adat, sehingga ini sangat penting didorong untuk segera disahkan oleh pemerintah,’’ tegas Leny.

Ditambahkan, banyak undang-undang yang baru saja, sudah  disahkan, sementara RUU Masyarakat Adat yang sudah lama  diperjuangkan dan sangat penting belum juga disahkan.

‘’Harapan kami, ini bukan perjuangan AMAN sendiri, tetapi perjuangan seluruh masyarakat adat, terkhusus masyarakat adat di Maluku , dukungan dari Lembaga adat, negeri adat, itu sangat penting untuk membuktikan kalau masyarakat adat itu ada, dan masyarakat adat ini ada sebelum pemerintah itu ada, sehingga pemerintah harus melihat hal ini, demikian Lenny Patty.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *